Sunday, 1 October 2017

Suciwan Persamuan Kolam Teratai 09



Suciwan Persamuan Kolam Teratai
(Bagian 9)
Tahun 1966 dimulainya Revolusi Budaya, Tentara Merah masuk ke dalam vihara memusnahkan rupang Buddha dan buku sutra, memaksa anggota Sangha untuk lepas jubah.

Segala sesuatu muncul dan lenyap karena sebab dan kondisi. Kesengsaraan para makhluk disebabkan oleh karma kolektif, meskipun Bodhisattva menjelma ke dunia namun juga tak berdaya!

Master Hai Xian ditugaskan ke dusun di kaki gunung sebagai ketua tim produksi. Waktu itu dilarang melafal Amituofo, dia melafal di dalam hati; tidak boleh bernamaskaramalam harinya secara diam-diam dia bernamaskara; ketika disajikan hidangan daging, dia makan sayuran saja. Yang paling berharga adalah Master tetap mempertahankan penampilannya sebagai Bhiksu.

Oleh karena Master Hai Xian orangnya jujur, baik dan penuh perhatian, ramah terhadap orang lain, masyarakat jadi suka belajar padanya, dengan akrab menyapanya sebagai "Wen Zhai Gong".

Bertahun-tahun kemudian, ketika para muridnya bertanya pada Master mengapa saat itu bersikeras tidak lepas jubah, lansia tuna aksara ini menjawab : “Praktisi hendaknya tahu bahwa hati adalah Buddha, melatih diri hendaknya menjadikan sila sebagai guru, meninggalkan keduniawian lalu balik lagi ke duniawi, lebih baik bunga tak bermekar”.

Pada periode Revolusi Budaya, Tentara Merah menghancurkan stupa relik Master Chuan Jie, tetapi tidak berhasil menemukan reliknya, merasa sungguh heran. Kemudian Master Hai Xian berhasil menemukan relik Master Chuan Jie di sebuah batu di bawah stupa, hatinya memuji Master Chuan Jie tidak awam, memiliki kebijaksanaan yang melampaui manusia biasa.

Lalu menyimpan relik Master Chuan Jie, sampai periode Revolusi Budaya berakhir, barulah bersama dengan saudara-saudara seperguruannya, membangun stupa untuk menyimpan relik gurunya.

Tahun 1976 periode Revolusi Budaya berakhir, para umat dari Lai-Fo-Si (Vihara Buddha Datang) berdatangan ke Vihara Tayuan untuk mengundang Master Hai Xian menetap dan mengembalikan kejayaan vihara.

Setelah kenyang akan kekacauan perang dan kesusahan selama satu dekade, Master jadi teringat akan pujian Master Ouyi pada Master Lianchi, "Yang penting adalah pendirian teguh, buat apa graha megah", maka itu hanya merenovasi ruang kebaktian utama dan ruangan yang berada di sisi barat bangunan, rupang Buddha yang dipuja terbuat dari tanah liat.

海会圣贤
(九)
 一九六六年,文化大革命开始,红卫兵到寺院里焚毁经书佛像,逼迫僧人还俗。万法因缘而生,还因缘而灭众生共业所感,历史潮流使然,纵是菩萨应世,也只有徒唤奈何!贤公被安排到山下的村子里做了生产队长。当时不许念佛,他就在心里默默地念;不许拜佛,他就在晚上偷偷地拜;大锅饭里有荤腥的时候,他就吃锅边菜。更难能可贵的是,贤公一直为大众示现著僧宝的形像。因为贤公为人忠厚善良,待人一团和气,大家都愿意亲近他,亲切地称呼他「文斋公」。多年之后,当弟子们向贤公问起当时为什麽坚决不肯还俗时,这位并没读过书的老人却张口说出了几句盖天盖地的言语:「学道当知心是佛,修行应以戒为师。出家再返家,不如不开花。」

 文革期间,红卫兵毁掉了传戒公的舍利塔,然而却没有见到灵骨,感到十分诧异。后来,贤公在塔下的一块青石板下找到了传戒公的灵骨,心中暗暗赞叹老和尚果真不凡,确有洞察乾坤的超人智慧。于是将传戒公灵骨妥善保存,直至文革结束后,才偕同多位同门学人将师父的灵骨重新建塔安葬。

 一九七六年,文革宣告结束,来佛寺的许多护法居士相约到塔院寺迎请贤公前来主持正法、恢复道场。因饱经战乱与十年浩劫的种种磨难,贤公深悟蕅益大师赞叹莲池大师时所讲的「只图脚底著实,何必门庭好看」,故而仅修起大殿三间和西厢房的罗汉殿三间,所供奉的圣像均为泥塑。